Ayahku hanya orang biasa, bukan pejabat, bukan kiyai dan bukan siapa-siapa
bagi orang lain. Ayahku terkadang bekerja sebagai tukang terbas di kebun
tetangga, tukang panen walaupun kami punya kebun sawit sendiri. Semua dia
lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tidak jarang ia terluka oleh
sabetan parang yang dipengannya. Aku sangat terluka melihat ayahku terluka..entah
mengapa aku memang begitu dekat dengan ayahku sejak kecil. Kemana-mana aku
selalu ingin bersamannya. Ia selalu mengajarkanku banyak hal, mendongeng
sebelum aku tidur lalu memegang kepalaku dan tersenyum seranya berkata pada
ibu.
“ udah panas ini kepala anak kita
memikirkan dogeng yang bapak ceritakan” ucapnya sambil tertawa.
Aku hanya terdiam memandangi wajahnya, sambil menvisualisasikan apa yang
ayahku ceritakan.
Rasanya jika bersama ayah aku merasa selalu berpetualang, di sela-sela
perjalananku waktu kecil bersamannya ia selalu bisa menjawab rasa ingin tahuku
dengan jawaban yang bisa aku terima di usiaku yang masih kecil. Aku dengan
segudang rasa ingin tahu, selalu membutuhkannya untuk menjawab semua pertanyaan
dalam otakku.
Ayahku bukan siapa-siapa, namun aku selalu kagum dengan kepintarannya.
Sepertinya dia berharap aku juga bisa sepertinnya. Pernah satu ketika aku mendapatkan tugas dari
guru sekolah dasarku, membuat prakarya bebas. Temanku banyak yang membuat karya-karya
dari sabun, asbak rokok dari tanah liat dll. Aku kebingungan kehabisan ide mau
membuat apa. Sebenarnya jika ayahku mau membantu aku akan mendapatkan nilai
tertinggi di sekolah. Ayahku pintar melukis, mengukir dan membuat prakarya
kecil ukuran anak SD bukanlah kesulitan baginnya. Tapi ia tidak pernah mau
membantuku membuat prakarya. Pernah aku menagis kepada ibu agar ibu membujuk
ayah membuat lukisan untuk prakarya yang akan di kumpul beberapa hari lagi.
Tapi ayah menolak...ibu memaksa dengan alasan kasihan padaku.
Akhirnya ayah mau..beliau menggambar di kertas buku gambar yang
rencananya akan aku gunting dan aku buatkan bingkai sebagai tugas prakaryaku
tahun itu. Tapi apa yang terjadi aku tidak menyukai gambarnya, karna yang aku
mau bukan begitu..aku menagis karna tidak terima gambar yang ayah buat tidak
sesuai dengan permintaanku. Gambarnya terlalu bagus dan aku ketakutan jika guru
mencurigai bahwa itu bukan buatanku. Akhirnya aku putuskan membuat sendiri
prakarya dari tanah liat denga ukiran-ukiran bunga-bunga kecil yang
terinspirasi dari ukiran-ukiran yang sering ayahku buat saat mengerjakan mebel
berbentul almari atau sofa tempat tidur. Jadilah prakarya sederhana dan bisa
dipastikan tidak masuk 5 besar jika dibandingkan karya-karya teman-temanku yang
lain. Sejak saat itu aku selalu menegerjakan tugas prakaryaku sendiri dan tidak
peduli jika maksimal nilaiku hanya 80 saja tidak pernah meningfkat.
Ayahku juga jago matematika walaupun hanya tamatan SMEA di kuala tungkal.
Saat itu aku lupa membuat tugas matematika tentang cahaya dan bayangan.
Soallnya mudah hanya mengukur bayangan tongkat panjang 1 meter, dan diukur
bayanganya pada saat jam 2 siang. Masalahnya sagat berat..karna hari sudah
malam dan besok tugas itu harus dikumpulkan. Kemana aku harus mencari matahari...?
aku mulai menagis karna aku tidak mau jika tidak mengerjakan PR apalagi harus
mencontek temanku yang aku yakin jawabanya asal-asalan alias asal menunaikan
tugas sudah mengerjakan PR. Ibu mulai membujuk ayah untuk mencarikan solusi
dari tugas sekolahku. Aku sudah pasrah menagis sesegukan dikamar. Saat itu
masih menggunakan lampuk aladin. Tiba-tiba ayah memaggilku. Dengan ogah-ogahan
aku bangkit sambil membawa buku PR...beliau mengambil pensilku yang belum diraut
dan mematikan lampu. Aku hanya diam menyaksikan apa yang akan ayahku lakukan
sambil terus sesegukan. Dia mengambil senter dan menyinari dengan sudut tepat
jam 2 degan jarak tertentu (aku sudah lupa) dan mencatat hasilnya...lalu
kembali meghidupkan lampu. Aku
terheran-heran dengan jawabn yang ayahku buat. Tapi aku tidak sempat
berfikir lagi karna bagiku yang penting aku tidak dihukum dide[an kelas karna
tidak mengerjakan PR dan mudah2han jawabannya mendekati. Walaupun secara
logikaku saat itu aku sgatt ragu dengan jawaban yang dibuat ayahku. Ternyata
disekolah aku satu-satunya anak yang jawabannya benar, semua pandangan tertuju
padaku...aku hanya gelagapan dan kebingungan. Aku saja tidak percaya jawabanku
benar. apakah guru matematikaku ini salah batinku. Jelas-jelas aku tidak
mengerjakan sesuai prosedur yang benar dibawah matahari pukul 2 siang, tidak
pake tongkat lagi hanya menggunakan pensil dan bayanganya diukur dari cahaya
senter. Sangat tidak bisa ku percaya. Barulah kuakui jika ayahku sagat jago
mencarikan solusi buatku. Tapi selanjutnya aku tidak pernah lagi memintanya
menyelesaikan tugas-tugasku karna aku takut jika ditaya guru dari mana
mendapatkan jawban yang kubuat lalu aku tidak bisa menjawab. Jadi aku selalu
berusaha mengerjakan PR ku sendiri.
Itu kisah masa kecilku dengan ayahku...sebenarnya banyak hal-hal indah
yang ingin kuceritakan. Tapi saat ini aku ingin berbagi kesedihanku dan
kekecewaanku pada sosok yang selalu kubanggakan itu. Dimulai saat aku wisuda S1, ayah tidak hadir dengan alasan tidak punya uang. Sebelumnya keluarga kami
megalami kebangkrutan. Usaha ayahku berantakan dan mobil yang dibelinnya ikut
terjual. Ayahku ditipu dan hampir saja dipenjarakan oeeh orng yang menipunnya.
Ayahku memang tidak begitu faham tentang hukum dan saat itu aku tidak bisa
membantu apa-apa dengan kondisiku yang juga sajak semster 5 harus membiayai kuliahku
sendiri. aku sagat kesal dengan ayahku saat itu, aku yang harus membiayai
kuliahku sendiri dan harus membayar cicilan motorku sendiri. aku yang
notabenenya aktif di kampus harus berjuang mencari waktu buat kerja sampingan.
Aku belum siap dengan kedadaan itu..tapi selalu ada jalan bagi orng yang
bersungguh-sungguh. Ayahku juga harus
membayar kredit motornya sendiri saat itu. Hingga ia pergi dari rumah entah
kemana. Aku tidak begitu peduli...aku begitu kesal padanya..karna aku selalu
melihat ibuku menagis.
Aku jarang pulang ke kampung dengan alasan banyak pekerjaan, memang
dengan kehidupanku saat itu aku harus berhemat dan bekerja keras unutk
membiayai kulihaku, membayar motor dan biaya hidup sehari-hari.
Pada saat wisuda aku sangat berharap kehadirannya..setidakknya ayahku
bisa hadir melihat aku mengenakan toga untuk pertama kalinya. Aku disuruh ibu meminta
uang pada ayah..mugkin ibu ingin ayahku tidak melupakan kewajibannya sebagai
seornag ayah kepada anaknnya. Ayahku
mengirimkan uang dengan satu syarat..dia tidak bisa menghadiri acara wisudaku
karena itu uang terakhir yang dimilikinya dan semua sudah dikirimkan padaku.
Aku benar-benar sedih aku sangat mengharapkan ayahku bisa berpoto bersama seperti
keluarga-keluarga yang lain. Yang orng tuanya masih lengkap. Aku amat kecewa
hingga akhirnya niatku untuk melanjutkan S2 terhalang karna uang tabunganku
tidak cukup untuk biaya kuliah yang aku yakin sagat mahal bagiku sat itu. Aku
pun memilih kerja di perusahaan swasta demi untuk mengumpulkan uang agar bisa
melanjutkan kuliahku.
Aku begitu sakit menjalani hidup saat itu, tapi aku berusaha kuat...gaji
peramaku yang hanya 1,5 juta kuusahakan untuk ditabung. Aku begitu hemat dan
tidak lagi berharap banyak pada orang tuaku. Aku yakin aku bisa melanjutkan
kuliahku lagi. Dengan rasa kecewaku yang sangat dalam tetapi tidak bisa
menghalangi rasa rinduku pada ayahku. Aku amat merindukannya..merindukan ayahku
yang dulu. Yang selalu ada waktu untukku yang selalu memberikan solusi dengan
masalah-maslah yang aku hadapi.
Kekecewaaanku pada ayahku tidak bisa menghalangi cinta dan kasih sayangku
untukknya. Aku tetap terluka melihatnya terluka. Aku tetap khawatir dengan
kesehatannya. Jika orang bilang kasih anak sepanjang galah...aku sagat tidak
setuju...karena alu sagat mencintai keluargaku. Apapun yang aku lakukan hanya
untuk membahagiakan kedua orang tuaku.
Ayahku sudah tidak muda lagi...usianya saat ini 52 tahun. Kekuatannya
pasti sangat jauh berkurang. Sementara aku belum bisa memberikan hal yang lebih
untuk keluargaku. Aku saat ini hanya bisa bertahan untuk hidupkau sendiri.
Banyak sekali pertentangan diantara aku dan ayah. Tetapi itulah kasih sayang
ayah dan anak...aku tidak pernah mengungkitnya lagi...aku hanya diam dan
menagis jika mengingat perjuanganku tanpanya saat itu.
Aku selalu meyakinkan diriku bahwa ayahku pasti sangat mencintaiku dan
selalu ingin membuatku bahagia. Aku hanya ingin ayahku menjaga kesehatan dan melihat senyumnnya rasanya aku sudah bahagia.
Ayahku adalah pria pertama yang sagat aku cintai dalam hidupku, yang
mengajarkanku banyak ilmu. Mungkin bagi sebagian orang ayahku bukan
siapa-siapa..tetapi aku bangga dengan ayahku walaupun ia bukan pejabat,
pegawai, guru atau ustadz tapi ia ayah nomor satu yang memberikanku pelajaran
kehidupan. Aku selalu mengambil hikmah dalam segala jalan yang aku tempuh. Ayahku
yang pintar matematika, pintar melukis dan memiliki nilai seni yang tinggi,
ayahku yang pemarah yang yah...mungkin sedikit menurun padaku sifatnya yang
ini. Ayahku selalu menikmati hidupnya
dan tidak pernah menyalahkan keadaan...itulah yang membuatnya selalu berbeda
dimataku.
I love u ayah...semoga Allah memberikan umur panjang agar aku bisa
membahagiakanmu.
Semoga senantiasa diberikan kesehatan dan kesabaran dalam menjalani hidup
ini. Jika Allah meginginkan kita sukses kita akan sukses atas izinnya...tapi
aku akan suskses karna usaha dan doa kedua orang tuaku.
Diselesaikan di Bogor, 15 Agustus 2015
@Shintaanggreany
Tidak ada komentar:
Posting Komentar