TERINSPIRASI DARI KISAH NYATA
Jambi , 18032011
Kau tak akan terganti
Kabut
yang mengitari kehidupanku
Batu
terjal yang menghalagi perjalanan hidupku
Darah
dan air mata yang menghiasi langkah kakiku yang lemah
Namun,
aku tetap bertahan
Aku
merasa kuat saat ku tau kau masih selalu bersamaku
Kau
mesih ada di sampingku
Setia
menungguku di sana
Hingga
kita dipertemukan kembali
Kekasihku…
Aku
memulai kisah ini dengan harapan bisa bersama gadis yang sangat aku cintai,
yang mengisi hidupku dangan canda tawanya, yang selalu membuatku tersenyum dan
bersemangat menghadapi kejamnya kehidupan yang menghantamku. Aku adalah
laki-laki yang beruntung sedunia, selang beberapa waktu aku meminang gadis
pujaanku. Kebahagiaan yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya, mendapatkan
seorang gadis yang aku impikan, menjadikanya istriku dan akan menjadi ibu dari
anak-anakku kelak.
Usiaku
yang masih cukup muda saat itu 19 tahun dan istriku 18 tahun. Dengan usia
mudaku dan pekerjaanku sebangai montir di sebuah bengkel yang cukup terkenal
dikotaku, pada tahun 2008 aku resmi meminangnya. Istriku menerimaku apa adanya,
dia terlihat bahagia dengan apa yang kami jalani berdua, meski kehidupan yang
kami jalani penuh rintangan tapi senyum itu selalu ku dapatkan saat aku pulang
dari tempatku bekerja.
Sepuluh
bulan berlalu istriku positif hamil, aku begitu bahagia, aku akan segera
menjadi seorang ayah. Aku begitu bersyukur dengan apa yang Allah limpahkan padaku,
seorang istri yang setia, yang sekarang tegah mengandung anakku, keturunanku,
yang selalu aku nantikan. aku merasa menjadi pria paling bahagia di dunia saat
itu. Setiap pulang dari tempat kerjaku aku selalu menyempatkan diri untuk
membelikanya makanan yang dia sukai, aku menyisihkan uangku untuk kebutuhanya
selama masa kehamilan, aku berkerja siang malam, aku tidak merasa lelah, aku
begitu bahagia hingga enam bulan berlalu istriku melahirkan, waktu yang terlalu cepat untuk seorang ibu
melahirkan anak yang seharusnya membutuhkan waktu Sembilan bulan itu. istriku
melahirkan bayi perempuan secara premature, bayi yang mungil dan cantik namun
kondisinya yang lemah membuatnya harus di rawat beberapa waktu di rumah sakit.
Gea…itu
adalah nama bidadari kecilku, dia tumbuh sehat dan perkembanganya cukup baik
untuk ukuran bayi yang terlahir premature, aku tak henti-hentinya bersyukur
atas apa yang Allah berikan padaku. Selang beberapa waktu berlalu istriku sakit,
awalnya hanya terlihat seperti sakit demam biasa, namun semakin lama semakin
parah. Aku merawat anakku dibantu dengan ibu mertuaku, karna istriku terbaring
sakit dan di rawat disebuah rumah sakit dikota kecil tempat tinggalku. Aku
selalu menyempatkan diri menemaninya, sepulang dari tempat kerjaku, aku
merawatnya, aku benar-benar takut kehilanganya. Waktu berlalu seorang dokter
menyampaikan padaku bahwa istriku mengidap penyakit yang serius, pembengkakan
jantung. Aku tidak memberitahukannya langsung pada istriku, aku begitu khawatir
dengan kondisi kesehatanya yang kian menurun, aku takut berita itu akan
memperburuk keadaanya.
Tiga
bulan berlalu istriku tidak mampu berdiri, hanya berbaring di tempat tidurnya,
aku memutuskan untuk merawatnya dan berhenti dari pekerjaanku, uang yang ku
kumpulkan semua ku serahkan pada ibu mertuaku, untuk membiayai anakku yang baru
berusia tiga bulan dan biaya administrasi dan pengobatan di rumah sakit tempat istriku
dirawat, aku ingin istriku segera dioperasi namun dokter menolaknya karna
kesehatan istriku yang menurun drastis, apabila dipaksakan akan berakibat fatal,
kata dokter saat itu. Aku menagis di sela-sela tahajutku, kuhadapkan wajahku
pada yang maha segalanya, aku menyerahkan segalanya pada Allah, aku tidak memiliki
sedikitpun kekuatan untuk menahan apa yang Allah kehendaki atas ketentuanya
dalam perjalanan hidupku.
Hari
yang takkan terlupakan dalam hidupku, istriku kritis dan aku menggenggam erat
tanganya, meciuminya dan aku tidak ingin meninggalkanya, senyumnya tetap
mengembang saat dia meminta untuk melihat anak kami dan menciumi buah hati
kami, aku memeluknya erat berusaha memberikan kekuatan di saat-saat kritisnya.
Nafasnya terasa tersendat-sendat, aku mendengar dengan jelas istriku tengah
berjuang menghadapi sakharatul maut.
Aku menagis , hatiku begitu teriris, aku merasa tidak akan sanggup menghadapi
detik-demi detik melihat istriku perlahan akan meninggalkanku, namun aku
berusaha bangkit membisikan kalimat syahadad
ditelinganya, dan dia mengucapkanya dan suara itu adalah suara yang terakhir ku
dengar. Istriku menghembuskan nafas terakhirnya.
Aku
merasa semua benda disekelilingku runtuh dan menghimpit tubuhku, ku peluk putri
kecilku erat, aku begitu takut, aku takut kehilangan putriku setalah istriku
yang telah meninggalkan aku. Aku berusaha tegar di depan putri kecilku yang
belum mengerti apa-apa , matanya yang begitu polos seakan memberiku semagat
untuk terus menjalani kehidupanku, dadaku selalu sesak saat mengingat putriku
kini akan hidup tanpa kasih sayang seorang ibu, tanpa dekapan hangat dan
belaian manja ibunya yang kini telah meninggalkan kami berdua.
Aku
berusaha tetap tegar, aku memeluk istriku untuk yang terakhir kalinya, aku
sadar dia telah meninggalkan dunia ini namun, aku merasa cintanya masih disini,
di dalam hatiku. Aku memandikan jenazah istriku, ikut mengafaninya dan
membawanya hingga ke liang lahat, tempat peristirahatan terakhirnya. aku sadar tidak
akan bisa menyentuh raganya lagi, aku tidak akan bisa membelai rambutnya namun,
aku harus tetap menjalani hidupku, merawat dan membesarkan buah hati kami.
Tiga
bulan telah berlalu, aku tetap merasakan istriku masih berada disampingku, aku
terpuruk, mungkin aku lebih terlihat seperti orang gila, aku selalu menyendiri,
pergi ketempat-tempat yang pernah kami kunjugi dulu saat masih bersama. ku
sadari semua ini adalah ketentuan Allah yang harus ku terima. Mata mungil
putriku menyadarkanku untuk bangkit kembali menjalani kehidupan ini. Aku merasa
kuat saat bersama putriku, buah hatiku adalah kado terindah yang diberikan
Allah dan istriku untukku.
Aku
mulai menjalani kehidupanku seperti biasanya, bekerja sekuat tenaga untuk
putriku tercinta, namun, aku harus berpisah denganya. Ibu mertuaku memutuskan
untuk merawat putriku, aku tak kuasa menahanya, aku tidak akan melukai hati ibu
mertuaku yang telah kehilangan anaknya dan beliau menganggap putriku adalah
pengganti anaknya yang telah tiada. Aku tidak pernah jauh dari putriku, jauh
darinya begitu pahit kurasakan, dia adalah semagatku namun, aku harus
meninggalkanya untuk bekerja di luar kota kecilku. Aku ingin anakku selalu
berkecukupan, tidak ada hal lain yang ku inginkan.
Alhamdulillah
putiku tumbuh dengan sehat dan hari ini adalah hari ulangtahunnya yang ke dua,
aku pulang untuk menemuinya, buah hatiku tercinta yang selalu ku rindukan. Aku
membelikanya sebuah handphone agar
saat aku merindukanya aku bisa mendengar suaranya memanggilku Ayah…
Sayang….
bisakakah kau rasakan aku
Bisakah
kau lihat aku dan anak kita..
Kami
berdua akan terus merindukanmu
semoga
suatu saat kita bisa dipertemukan kembali
Cinta
yang tulus untukku tlah kau bawa..
Aku
masih bisa merasakan kahadiranmu
Karna
kau tak akan bisa terganti….
( Kutuliskan cerita
ini untuk seseorang yang mengajarkanku untuk terus tegar, Terimakasih buat
kisah yang kau bagikan untukku )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar